Agenda Terbaru

Statitik Pengunjung

63428
today Hari ini 39
yesterday Kemarin 63
minggu ini Minggu ini 1163
muhdela Minggu kemarin 0
muhdela Bulan ini 845
muhdela Bulan kemarin 900
muhdela Total Kunjungan 63428
Your IP: 52.15.59.163
Unknown
Jumat, 30 April 2021

Menanamkan Percaya Diri pada Anak

Menanamkan Percaya Diri Pada Anak
Percaya diri merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan. Tanpa percaya diri, seseorang akan mengalami berbagai masalah termasuk ketika menghadapi lingkungan sosialnya yang sejatinya menjadi salah satu penentu keberhasilan di setiap perjalanan umat manusia. Anak, sebagai asset bagi orangtua, harus menanamkan rasa percaya diri ini sedini mungkin.
De Anggelis Barbara dalam bukunya, Comfidence Sumber Sukses Dan Kemandirian, mengatakan bahwa percaya diri berawal pada tekad diri sendiri untuk melakukan segala yang kita inginkan dan kita butuhkan dalam hidup. Percaya diri tebina pada keyakinan diri sendiri, sehingga individu mampu mengnhadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat seseuatu.
Ciri-ciri anak yang memiliki rasa percaya diri setidaknya ia akan memiliki rasa positif terhadap dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat ketika anak memberi penilaian yang baik terhadap dirinya. Misalnya ia akan mengapresiasi karyanya meskipun sederhana dan tidak merasa putus asa jika mendapatkan feedback atas kesalahan yang dilakukannya. 
Tidak sedikit anak yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan cepat menyalahkan atau mengkritik dirinya ketika ada kesalahan yang dilakukannya. Ia juga akan menganggap biasa saja ketika ada prestasi yang pernah dilakukannya bahkan merasa tidak penting.
Dengan sikap positif terhadap diri sendiri, anak akan terbiasa menentukan sendiri tujuan yang dicapainya, tidak akan tergantung oranglain untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, serta  memiliki semangat dan motivasi untuk tetap mandiri dalam mengambil keputusannya sendiri. Sikap positif pada diri akan menghadirkan kebahagiaan jasmani dan rohani di setiap situasi dan kondisi yang dihadapinya.  
Ciri lainnya, menurut Chaterine Yusuf, anak dengan percaya diri yang baik juga akan mau berpartisipasi dan menikmati berbagai jenis aktivitas dan hobi. Sebaliknya, anak yang tidak percaya diri akan takut mencoba hal-hal yang baru, tidak berani menghadapi konflik, dan merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan tertentu. Mereka cenderung mudah menyerah terhadap suatu tugas atau permainan yang sulit. Anak juga tidak berani mencoba kegiatan olah raga yang menantang untuk anak seusianya. Kondisi ini akan menyebabkan mereka terlihat berpenampilan penakut.
Lingkungan keluarga, merupakan penentu pertama anak untuk mendapat kepercayaan dirinya. Oleh karenanya, pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak harus dapat meningkatkan kepercayaan diri anak agar lebih optimal. Berikut cara pola asuh dalam meningkatkan kepercayaan diri anak:
Munculkan rasa berharga pada diri anak
Anak yang merasa dirinya berharga bagi orang terdekat, khususnya orangtua, akan menambah kepercayaan diri anak karena ia merasa diterima, berharga, dan merasa aman ketika ada situasi yang tidak mengenakan bagi dirinya seperti menghadapi bullying. Rasa penghargaan pada anak juga akan memperkuat identitas dirinya.
Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil, percaya bahwa usahanya mudah, menerima orang lain sebagaimana menerima dirinya sendiri. Orang yang mempuyai harga diri rendah bersifat tergantung, kurang percaya diri dan biasanya terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam pergaulan.
Bahasa yang digunakan orangtua agar anak merasa berharga adalah apresiasilah setiap pencapaian anak meskipun sederhana. Jika anak tidak mendapat hasil maksimal atau melakukan kesalahan, maka tugas orangtua mendorong anak agar dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya di dalam tugas yang akan datang.
Memberikan kesempatan mandiri
Mungkin kita sudah mengetahui kisah ulat yang berada di dalam kepompong yang kelak akan tumbuh dan berubah menjadi kupu-kupu. Kepompong mungil yang berusaha menjadi kupu-kupu itu, menggeliatkan tubuhnya setiap waktu dengan susah payah, setiap waktu dan detik dengan mandiri ia berusaha melakukan hal tersebut. Lama kelamaan kulitnya yang basah menjadi kering dan lantas keluar menjadi kupu-kupu yang indah dan cantik.
Apa jadinya jika ada seseorang melihat ulat kecil itu berusaha sekuat tenaga keluar dari kepompongnya, lantas ia merasa kasihan, lalu merobek kepompong itu agar ulat tersebut bisa keluar, apakah ulat tersebut akan tetap berubah menjadi kupu-kupu? Ternyata tidak. Justru dengan rasa kasihan itu membuat si ulat dalam kepompong menjadi mati. Tidak menjadi kupu-kupu.
Begitu pun kehidupan anak manusia. Jika orangtua terlalu memberi  belas kasihan kepada anak, lalu membuat kita selalu membantu terus menerus pekerjaannya (tidak diberi kesempatan mandiri), hal tersebut akan mematikan segala potensi yang ada dalam dirinya.
Mengenalkan anak dalam membangun hubungan sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan satu sama lain dalam membangun kehidupannya. Namun, tidak akan mudah bagi anak untuk dapat dengan cakap mengenal dan berinteraksi langsung dengan lingkungan sosialnya. Orangtua memiliki tugas agar anak bisa membangun hubungan dengan oranglain.
Hubungan sosial pertama kali dalam kehidupan seseorang dimulai dari waktu usia anak-anak. Pada masa itu diharapkan orang tua dapat membentuk kepribadian seorang anak dengan memberi keleluasaan untuk menentukan pilihan serta menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri. Jika anak mengalami masalah di lingkungan sosialnya, misalnya bertengkar dengan teman, maka menjadi tugas orangtua mengarahkannya agar tetap lapang maaf, selalu sabar, dan tidak mengedepankan sikap amarah.
Sumber: pdmjogja.org

Last update: 2021-04-30 21:59:04